Sabtu, 23 November 2019

ANTIHISTAMIN


ANTIHISTAMIN

Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai fisiologis  penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparinprotein dalam sel mast, sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan  senyawa alergen. Histamin cepat dimetabolisis melalui reaksi oksidasi, N-metilasi dan  asetilasi. Sumber histamin dalam tubuh adalah histidin yang mengalami dekarboksilasi menjadi histamin.
            Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 dan reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor-H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).
Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan antagonis  reseptor H1. Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek histamine pada  pembuluh darah, bronkus dan pemacam otot polos. AH1 bermanfaat untuk mengobati  reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen berlebihan. Bronkokonstriksi, peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine dapat dihambat dengan baik.Antihistamin juga digunakan untuk mengatasi inflamasi. Invasi virus direspons oleh sistem kekebalan, yang tersusun secara berlapis, dengan sasaran mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan didalam. Alat pertahanan itu antara lain kulit, selaput lender, batuk, flora normal, dan berbagai sel seperti limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) dalam jaringan limfoid. Meknisme pertahanan itu disebut sebagai inflamasi yang dirasakan sebagai kemerahan, sembab, demam, dan nyeri.




Reseptor Histamin dan Antagonis Histamin
Antihistamin disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulkan inflamasi. Ia adalah reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap gangguan dari luar, baik makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang yang dilepas tubuh ke dalam pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan kontraksi atau menciutnya berbagai alat vital, sperti bronkus dan usus, serta peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi saluran napas.Histamin sudah lama dikenal karena merupakan mediator utama timbulnya peradangandan gejala alergi. Mekanisme kerja obat antihistamindalam menghilangkan gejala-gejala alergiberlangsung melalui kompetisi dengan menghambathistamin berikatan dengan reseptor H1 atau H2 diorgan sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor H1. Reseptor yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin.Peristiwa molekular ini akan mencegah untuk sementara timbulnya reaksi alergi. Reseptor H1diketahui terdapat di otak, retina,medula adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot polos saluran nafas, saluran cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vaskular.Reseptor H2 terdapat di saluran cerna dan dalam jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks serebri dan otot polos bronkus. Di kulit juga terdapat reseptor H3 yang merupakan autoreseptor, mengatur pelepasan dan sintesis histamin. Namun, peranan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi masih belum jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Pohan,S.S.2007.Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik: Blokade Reseptor–Penghambatan Aktivasi Reseptor.Maj Kedokt Indon.4(57):113-117.
Gunawijaya,F.A.2007.Manfaat penggunaan antihistamin generasi ketiga.Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti,Jakarta.
Sari,F dan S.W.Yenny.2018.Antihistamin terbaru dibidang dermatologi.Jurnal Kesehatan Andalas.7(4):62-65.


Permasalahan:
1. Mekanisme Antagonis Menghambat Reseptor Histamin?
2. Bagaimana efek samping yang dapat ditimbulkan dari  anti histamin ?
3. Bagaimana dengan Macam-macam obat antihistamin?

ANTIKONVULSAN


Antikonvulsan adalah kelompok obat yang secara khas mengakibatkann berbagai gejala neuropskiatrik apabila dosisnya melebihi kisaran teraupetik yang lazim. Meskipun demekian, beberapa obat antikonvulsan dapat mengakibatkan masalah pada sebagin kecil pasien bahkanpada  dosis normal.antikonvulsan dapat meredakan nyeri neuropatik dengan menstabilkan aktivitas ektopikdari neuron atau yang cedera atau disfungsi. Antikonvulsan dapat memengaruhi sensitisasi perifer,sensitisasi sentral,atau keduanya,tergantung pada obat spesifik mana yng dipilih.karena obat-obatan ini tidak spesifik,efek samping yang termasuk sedasi,pusing,pemikirankabur dan retensi air sering terjadi dan sering membatasi manfaat terapinya. Antikonvulsan efektif sebagai terapi nyeri neuropatik karena mampu mencegah aktivitas ektropik saraf berlebihan pada saraf yang cedera pada konsentrasi yang lebih rendah dari yang diperlukan untuk memblokir pembentukan dan konduksi impuls normal. Antikonvulsan dapat menyebabkan terjadinya ruam. Ruam parah pernah dilaporkan pada penggunaan karbamazepin, fenitoin dan lamotrigin.
            Saraf-saraf dalam sel otak saling berkomunikasi melalui sinyal listrik, sehingga dapat memerintahkan tubuh untuk bergerak atau bertindak. Pada kondisi kejang, jumlah rangsangan sinyal listrik saraf melebihi batas normal. Perubahan rangsangan sinyal saraf tersebut dapat disebabkan oleh cedera pada otak, tumor otak, stroke, atau gangguan di luar otak, misalnya gangguan elektrolit. Obat antikonvulsan dapat menormalkan kembali rangsangan di sepanjang sel saraf, sehingga kejang dapat dicegah atau diatasi.
Obat antikonvulsan terdiri dari beberapa jenis, yang meliputi:
·         Barbiturat. Obat ini menekan aktivitas sistem saraf pusat dan meningkatkan aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) yang menghambat neurotransmitter, sehingga mencegah terjadinya kejang. Antikonsvulsan barbiturat dipakai dalam mengobati semua jenis kejang. Contoh obat ini adalah phenobarbital.
·         Penghambat carbonic anhydrase. Obat ini menghambat enzim carbonic anhydrase,sehingga mempengaruhi elektrolit dan keseimbangan asam basa pada sel. Hal ini dapat mencegah kejang. Selain kejang, obat ini digunakan sebagai diuretik dan mengatasi glaukomaContohnya adalah topiramate.
  • Benzodiazepine. Obat ini bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat dan meningkatkan aktivitas GABA. Contoh obat ini adalah diazepam, clonazepam, dan lorazepam.
  • Dibenzazepine. Obat ini juga meningkatkan aktivitas GABA dan menghambat aktivitas natrium dalam sel. Contoh obat ini adalah oxcarbazepine dan carbamazepine.
  • Turunan asam lemak. Obat ini menghambat enzim penghancur GABA, sehingga meningkatkan konsentrasi GABA. Contoh obat ini adalah asam valproat (valporic acid).
  • Hydantoin. Obat ini menghentikan rangsangan sel saraf yang berlebihan saat kejang dengan menghambat aktivitas natrium dalam sel saraf. Contoh obat ini adalah phenytoin.
  • Pyrrolidine. Obat ini dipakai untuk pengobatan epilepsi dan bekerja dengan cara memperlambat transmisi saraf. Contoh obat ini adalah levetiracetam.
  • Triazine. Obat ini dapat menghambat pelepasan rangsangan neurotransmitter, glutamat, dan aspartate. Contoh obat ini adalah lamotrigine.
  • Analog gamma-aminobutyric acid (GABA). Obat ini bekerja layaknya GABA dalam tubuh. Contoh obat ini adalah gabapentin.
  • Obat antikonvulsan lainnya, misalnya magnesium sulfat.
Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang  demam. Kejang demam adalah kejang disertai demam ( suhu ≥ 100.4 ° F atau 38°C), tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan.  Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian  menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg,   menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan  bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang  demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang  berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam waktu 24 jam.



DAFTAR PUSTAKA
Rehatta,M., E.Hanindito.,A.R.Tantri.,I.K.Redjeki.,R.F.Soenarto.,D.Y.Bisri.,T.Musba dan M.I.Lestari.2019. Anestesiologi dan Terapi Intensif, PT.Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
David,A.T.2003. Buku Saku Psikiatri,EGC,Jakarta.



Permasalahan:
1. kejang dapat mengakibatkan cedera yang berbahaya bagi penderitanya. Oleh karena itu, bila kejang sering terjadi, beberapa langkah berikut ini bisa dilakukan untuk menghindari cedera tersebut.
2.  bagaimana dengan kondisi yang   dapat menimbulkan kejang dan  Kondisi yang memengaruhi otak.
3. Dalam banyak kasus, kejang tidak dapat dicegah. Bagaimana caranya mengurangi risiko terserang kejang